Jumat, 12 Juni 2015


Kabar gembira bagi para lulusan sarjana teknik.Kalau mau serius terjun di bidang teknik, pemerintah bakal memberi insentif remunerasi sebesar Rp 100 juta per tahun.
Rancangan ini bakal tertuang dalam peraturan pelaksanaan dari Undang Undang Nomor 11/2014 tentang Keinsinyuran.
"Mudah-mudahan aturan ini bisa berlaku tahun depan. Sesuai dengan harapan kami dan menjadi perangsang sarjana teknik berkarir di bidang engineering," kata Djoko Santoso, anggota Dewan Pakar Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang juga Ketua Tim Pembina Implementasi Undang-undang Keinsinyuran, dalam keterangannya, akhir pekan (23/5/2015).
Menurut Bobby Gafur, Ketua Umum PII, saat ini aturan rinci soal insentif tersebut tengah dikaji. Namun Bobby memberi kisi-kisi, bahwa yang berhak menerima insentif tersebut adalah sarjana teknik yang berkecimpung di dunia teknik.
"Misalnya, mendesain gambar teknik, merancang mesin, dan sebagainya.Bidang pekerjaan juga harus sesuai, misalnya dibidang infrastruktur, industri, atau sejenisnya,” ujar Bobby.
Langkah PII ini masuk akal.Soalnya, sebagian besar lulusan teknik justru berkecimpung di luar bidang teknik. Ini agak miris mengingat kebutuhan lulusan teknik dalam lima tahun ke depan di Indonesia bisa mencapai 250.000 sarjana teknik.

Sedangkan Bobby memprediksi, lulusan teknik domestik cuma bisa memenuhi setengah dari permintaan sarjana teknik.Ayo, ramai-ramai kuliah bidang teknik. (Markus Sumartomdjon)

Kamis, 11 Juni 2015


Wakil Ketua Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Ajiep Padindang mendesak agar pemerintah serius dan fokus dalam mengatasi persoalan pangan akhir-akhir ini.Utamanya kepada Kementerian Perdagangan, dia bilang, lebih baik Kementerian Perdagangan fokus saja dalam menjaga dan mengatur distribusi bahan pangan. 
"Kemendag bicara perdagangan saja.Produksi biar Kementan saja.Fokus saja," kata Ajiep dalam sebuah diskusi, Jakarta, Senin (25/5/2015). 

Sayangnya, menurut Ajiep, saat ini kemendag malah seringkali bicara yang bukan ranahnya.Dia menilai, mengatakan, malah sibuk dengan isu-isu, mulai dari apel hingga beras plastik.  "Dua-tiga minggu lagi mau masuk puasa ada isu lagi, ibu ladeni," kata Ajieb menyindir Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Srie Agustina. 

Menurut Ajieb, ada permasalahan besar dalam distribusi pangan, yakni terkait dengan perdagangan antar pulau dan perdagangan di perbatasan. Dia bilang, banyak perdagangan di perbatasan tidak terawasi oleh pemerintah pusat.Apalagi perdagangan beras misalnya, tidak mengharuskan adanya retribusi."Akhirnya beras keluar," kata Ajiep. 

Akibat perdagangan di perbatasan yang tidak terawasi ini, komoditas yang harusnya surplus menjadi tidak surplus."Kemendag di bidang pengawasan harus tegas," kata dia.